MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT. KAI
Ditinjau
dari Teori Etika Bisnis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah
satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah
satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan
kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan
bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila
dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63
milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia ( PT. KAI ) telah tiga
tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan
itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan
standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk
pendapatan atau asset. Dengan
demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah
terjadi di sini. Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa
kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai
pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa
piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga,
sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita
kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang
berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai
pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar
dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta
Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi
permasalahan terjadi disini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas
maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.
Bagaimana kasus manipulasi
laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAIditinjau dari Teori Etika?
2.
Bagaimana kasus manipulasi
laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAIditinjau dari Good Corporate
Governance (GCG) dan Islam Corporate Governance (ICG)?
3.
Bagaimana kasus manipulasi
laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAIditinjau dari kode etik akuntansi
indonesia?
4.
Bagaimanakah kasus manipulasi
laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAI ditinjau dari kode etik Akuntansi
Syariah Islam?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui bagaimana
kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAIditinjau dari
Teori Etika.
2.
Untuk mengetahui bagaimana
kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAIditinjau dari Good
Corporate Governance (GCG) dan Islam Corporate Governance (ICG).
3.
Untuk mengetahui bagaimana
kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAIditinjau dari kode
etik akuntansi indonesia.
4.
Untuk mengetahui bagaimana
kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAI ditinjau dari
kode etik Akuntansi Syariah Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kasus Manipulasi Laporan
Keuangan yang dilakukan oleh PT. KAI ditinjau dari Teori Etika
1.
Teori
Etika
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Etika menurut Kamus Besar
Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat.Etika adalah Ilmu tentang apa yang
baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Maryani & Ludigdo (2001) “Etika
adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku
manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut
oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Arti
dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang
oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Etika
merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang
dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran
yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan
jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan.
Etika
adalah Seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dan yang buruk,
merupakan bidang ilmu yang bersifat normatif berperan menentukan mana yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dalam Al Qur’an disebut dengan
khuluk (etika), Khayr (kebaikan), Birr (kebenaran), Qist (persamaan), ‘adl
(kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan) dan ma’ruf (mengetahui
dan menyetujui).
Secara umum etika dibagi 2 yaitu:
1.
Etika Umum
2.
Etika Khusus yang terdiri dari :
·
Etika Individual
·
Etika Sosial (Sikap terhadap sesama, Etika
Keluarga, Etika Gender, Etika Profesi, Etika Politik, Etika Ideologi)
·
Etika Lingkungan
Teori Etika dibagi atas 3,
yaitu :
1)
Teori Deontologi
Etika
deontologi yang bermakna kewajiban. Perbuatan baik wajib kita lakukan dan
perbuatan buruk terlarang untuk kita lakukan.
2)
Teori Teleologi
Etika
teleologi, yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang
mau dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh
tindakan itu.
3)
Teori utilitarianisme
Etika
utilitarianisme, yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan
manfaat yang dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu.
Berdasarkan
tinjauan teoritis di atas kasus Manipulasi laporan keuangan PT KAI
terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan
suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya.
Kasus ini juga berkaitan dengan teori etika,
akuntan internal di PT. KAI belum sepenuhnya melaksanakan tugasnya sesuai
dengan etika yang dianjurkan karena jika di lihat dari teori etika Deontologi (kewajiban),
Akuntan Internal PT. KAI tidak melaksanakan kewajibanya dengan baik. Jika
dilihat dari teori Teleologi (tujuan) dan Utilarianisme (manfaat), Akuntan
internal PT. KAI dalam melaksanakan tugasnya tidak memiliki tujuan yang baik
dan tidak memberikan manfaat bagi para investor dan steakholder yang lain.
B. Kasus Manipulasi Laporan
Keuangan yang dilakukan oleh PT. KAI ditinjau dari Good Corporate Governance
(GCG) dan Islamic Corporate Governance (ICG)
1.
Defenisi Akuntansi Dan
Akuntansi Syariah
Akuntansi
syariah dapat dijelaskan melalui akar kata dimilikinya yakni akuntansi
dan syariah. Akuntansi
memiliki banyak definisi diantaranya pada
tahun 1953, Committee
on Accounting Terminology
dari American Institute of
Certified Public Accountants
(AICPA) menyatakan bahwa:
“Akuntansi adalah seni
mencatat, mengklasifikasikan dan meringkas
dalam bentuk yang
berarti dan dalam
unit uang tentang transaksi-transaksi dan
kejadian-kejadian, yang paling tidak,
memilki sifat keuangan
dan menginterpretasikan hasil-hasilnya”.
Kemudian pada
tahun 1970, American
Institute of Certified Public Accountants
(AICPA) membuat Statement
of the Accounting Principle Board, No. 4 yang
menyatakan bahwa: “Akuntansi adalah aktivitas
jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi
kuantitatif, terutama informasi keuangan, tentang
entitas bisnis yang
dimaksudkan dapat berguna dalam
membuat keputusan-keputusan ekonomi dalam membuat pilihan-pilihan yang
rasional di antara
beberapa alternatif tindakan”.
“Akuntansi
sebagai sebuah aktivitas
yang dirancang untuk mengidentifikasi, mengukur,
dan mengkomunikasikan
informasi tentang entitas
ekonomi yang dimaksudkan
dapat berguna dalam membuat keputusan-keputusan ekonomi.”
Adapun kosa
kata syariah dalam bahasa Arab memiliki arti jalan yang ditempuh
atau garis yang
seharusnya dilalui. Dari
sisi, terminologi bermakna pokok-pokok
aturan hukum yang
digariskan oleh Allah
SWT untuk dipatuhi dan
dilalui oleh seorang
muslim dalam menjalani
segala aktivitas hidupnya (ibadah) di dunia. Ikatan Akuntan
Indonesia (2007) syariah
merupakan ketentuan hukum Islam
yang mengatur aktivitas
umat manusia yang
berisi perintah dan larangan,
baik yang menyangkut
hubungan interaksi vertikal
dengan Tuhan maupun interaksi
horizontal dengan sesama
makhluk. Prinsip syariah yang
berlaku umum dalam
kegiatan muamalah (transaksi
syariah) mengikat secara hukum
bagi semua pelaku
dan pemangku kepentingan (stakeholder) entitas yang
melakukan transaksi syariah.
Sementara itu
Zaid menyatakatan definisi akuntansi syariah sebagai berikut: “Muhasabah (akuntansi
syariah), yaitu suatu
aktivitas yang teratur berkaitan
dengan pencatatan transaksi-transksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang
sesuai dengan syariat, dan
jumlah-jumlahnya, di dalam
catatan-catatan representatif;
serta berkaitan dengan
pengukuran hasil-hasil
keuangan berimplikasi pada
transaksi-transaksi,
tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut
untuk membantu pengambilan
keputusan yang tepat.” Adapun Nurhayati
menyatakan bahwa akuntansi syariah dapat
diartikan sebagai proses
akuntansi atas transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan Allah SWT.
2. Good Corporate Governance (GCG) dan Islamic
Corporate Governance (ICG)
Dalam tata kelola
perusahaan dibutuhkan corporate governance untuk mengatur dan mengendalikan
perilaku pengelola perusahaan agar bertindak tidak menguntungkan dirinya
sendiri tetapi juga menguntungkan semua pihak yang berkepentingan didalamnya
termasuk masyarakat luas. Adapun prinsip-prinsip Corporate governance adalah
transparency, fairness, accountability dan responsibility.
Berdasarkan teori tata
kelola perusahaan yang baik/ Good Corporate Governance (GCG), akuntan PT. KAI
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya belum sesuai dengan prinsip-
prinsip GCG di bawah ini :
a)
Transparancy
(Keterbukaan)
Akuntan
internal PT. KAI dalam menyusun laporan keuangan belum mengemukakan informasi
yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan.
b)
Accountability (Akuntabilitas)
Akuntan
internal PT. KAI dalam menyusun laporan keuangan tidak memperhatikan fungsi dan
tanggungjawabnya terhadap para steakholder yang lain karena hanya mementingkan
kepentinngan sebagian pihak saja.
c)
Responsibility (Pertanggungjawaban)
Akuntan
internal PT. KAI dalam menyusun laporan keuangan tidak melakukan sesuai dengan
tanggung jawabnya yang telah diatur dalam undang-undang Akuntansi dan tidak
memperhatikan kepentingan steakholder yang lain dan hanya memperhatikan
kepentingan pihak-pihak tertentu saja.
d)
Fairness (Kewajaran
atau Keadilan)
Akuntan
internal PT. KAI dalam menyusun laporan keuangan tidak menerapkan
prinsip-prinsip kewajaran, kejujuran dan keadilan karena melakukan manipulasi
laporan keuangan.
Dari kacamata islamic
corporate governance akuntan internal PT.KAI dalam penyusunan laporan
keuangannya telah melanggar aksioma etika ekonomi islam yaitu Tauhid, bahwa segala perbuatan yang dilakukan
oleh manusia adalah untuk Allah, SWT semata dengan melaksanakan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya. Memanipulasi laporan keuangan adalah hal yang
dilarang dalam islam. Bila dalam berbisnis Tauhid sudah terlebih dahulu
dilanggar maka Free will, equilibrium, responsibilty dan ihsan sudah tidak ada
dalam bisnis tersebut.
Manipulasi laporan
keuangan yang dilakukan oleh Akuntan internal PT. KAI tidak sesuai dengan
prinsip tata kelola perusahaan di dalam islam (Abdul gani, 2005), yaitu :
1.
Prinsip shiddiq, yaitu sikap yang selalu
berpihak kepada kebenaran dan keadilan yang dilandasi kejujuran. Semua aktivitas perusahaan harus dilakukan secara benar
dan tepat waktu, yang kemudian dilaporkan kepada stakeholders secara benar,
tidak ada unsur tipuan. Dalam surat Al-Maa’idah ( 5 : 8 )
Allah, SWT berfirman :
“Hai orang-orang
yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2.
Prinsip Amanah, yaitu dapat dipercaya,
bertanggungjawab atau Kredibel. PT. KAI tidak memiliki prinsip yang amanah
karena tidak dapat dipercaya dan tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugas dan kewajibanya. Dalam Surat Al-Baqarah ( 2 : 9 ) Allah, SWT berfirman :
“Mereka hendak
menipu orang dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar.”
3.
Prinsip Tablig, yaitu ramah, sopan
santun, komunikatif, transparan, bersemangat dan bermotivasi tinggi (Alwan,
2007). Semua aktivitas
dilakukan secara transparan,
sehingga dapat diakses oleh stakeholders. Transparansi dalam hal:
kinerja,kondisi keuangan, kepemilikan dan kepemimpinan dari suatu perusahaan
secara tepat dan akurat. Dalam Surat Faathir ( 35 : 5 ) Allah, SWT berfirman :
“Hai, manusia,
sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan
dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah sistem yang pandai menipu,
memperdayakan kamu tentang Allah.”
Dalam hal ini
Akuntan PT. KAI tidak menerapkan prinsip Tablig dalam melaksanakan tugasnya.
4.
Prinsip Fathanah, yang diartikan cerdas,
cerdik, inovatif, kreatif dan strategis (Alwan, 2007). Maksudnya bahwa dalam
membuat suatu laporan keuangan harus dilakukan dengan prinsip fathanah sehingga
laporan keuangan yang disusun benar adanya sesuai dengan kenyataan. Dalam hal ini akuntan PT. KAI tidak cerdas
dalam melaksanakan tugasnya karena membuat laporan yang salah sehingga
menimbulkan akibat yang merugikan. Dalam Surat Al-Muthaffifiin ( 83 : 1 )
Allah, SWT berfirman : “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.”
5.
Prinsip Istiqamah. Yang diartikan tidak
akan larut dalam persekongkolan, persekutuan atau konspirasi yang tidak sesuai
dengan syariah. Pengelola perusahaan yang bersifat istiqamah tidak akan tergoda
oleh gelimang dunia dan akan menjalankan bisnis dengan sehat, jujur dan
berkomitmen. Dalam surat Al-Anfaal ( 8 : 58 ) Allah juga berfirman :
“Dan jika kamu
khawatir akan terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah
perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berkhianat.”
6.
Prinsip Qana’ah yang berarti kesederhanaan.
Sesorang yang memiliki sifat qana’ah mampu mengelola keinginannya sehingga
tidak menjadi tamak sehingga dana yang dipercayakan kepadanya oleh pemberi
amanah mampu dikelolanya secara efektif dan efisien yang tidak hanya memberi
manfaat di dunia tapi juga di akhirat kelak. Dalam Al Qur’an Surat Al-Maa’idah
Allah berfirman :
“Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”.
C. Kasus Manipulasi Laporan
Keuangan yang dilakukan oleh PT. KAI ditinjau dari Kode Etik Akuntansi
Indonesia
1.
Etika
Akuntansi
MenurutInternational Federation of Accountantsdalam Regar,2003)
yangdimaksud dengan profesi akuntan adalahsemua bidang pekerjaan yang
mempergunakan keahlian di bidangakuntansi, termasuk bidang pekerjaan
akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan
atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaanyangdilakukan
oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit,
akuntansi, pajak dankonsultan manajemen.
Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional
yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari
Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan
keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi
lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang
berhubungan dengan akuntansi dan keuangan.Ketentuan mengenai praktek Akuntan di
Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan
bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan
pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen
keuangan R.I.
Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan
publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan
Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh
sebutan “Bersertifikat Akuntan Publik” (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Sertifikat Akuntan Publik tersebut merupakan salah
satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik
dari Departemen Keuangan.Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah
baku yang merujuk kepada praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai ncgara
maju tempat profesi ini berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP (United States
Generally Accepted Accounting Principle’s) dalam melaksanakan praktek
akuntansi. Sedangkan untuk praktek auditing digunakan US GAAS (United States
Generally Accepted Auditing Standard), Berdasarkan prinsip-prinsip ini para
Akuntan Publik melaksanakan tugas mereka, antara lain mengaudit Laporan
Keuangan para pelanggan.
Profesi Akuntan biasanya dianggap
sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi lainnya,
misalnya Ikatan Dokter Indonesia(IDI). Supaya dikatakan profesi ia harus memiliki beberapa syarat sehingga
masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan profesi,
mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991)
adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan
pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya
dalam profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh
masyarakat atau pemerintah.
4. Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai
kepercayaan masyarakat.
Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingg berhak disebut
sebagai salah satu profesi.Kode Etik ProfesiAkuntansi (sebelumnya disebut
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus
diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya
Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional
(baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu
Kantor Akuntan Publik (KAP). Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi
tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat
kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai
tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
1.
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan
kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2.
Profesionalisme. Diperlukan individu
yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntansebagai
profesional di bidang akuntansi.
3.
Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan
bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan denganstandar kinerja
tertinggi.
4.
Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus
dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang
melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga
bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan
oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan
oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang
bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan
oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari
anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam
penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat
dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan
dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan
prinsip etika sebagai berikut :
a.
Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional,
anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran
tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
b.
Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan
tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di
masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi
kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai.
c. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang
mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang
anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
d. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan
bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.Anggota
bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik
memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang
lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit
internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah.
e. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat
dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
f. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan
dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat
dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan.
g. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten
dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
h. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Kode etik akuntan Indonesia memuat lima aturan
etika sebagai berikut:
a. Independensi, Integritas dan Obyektivitas
Independensi berarti dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu
mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional
sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan
oleh IAI.
Integritas
dan Obyektifitas dimana anggota KAP mempertahankan integrits dan obyektifitas
harus bebas dari konflik kepentingan dan tidak boleh membiarkan adanya salah
saji.
b. Standard Umum dan Prinsip Akuntansi
Standard Umum , seorang anggota KAP harus mematuhi standard yang
dikeluarkan oleh badan pengatur standard.
c. Tanggung Jawab Kepada Klien
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia
tanpa persetujuan klien.
d. Tanggung Jawab kepada Rekan
Anggota wajib memlihara citra profesi dan tidak melakukan perkataan dan
perbuatan yang dapat merusak citra reputasi rekan seprofesi.
e. Tanggung jawab Praktik lain
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan atau mengucapkan
perkataan yang dapat mencemarkan profesi.
Berdasarkan
tinjauan teoritis di atas kasus Manipulasi laporan
keuangan PT KAI terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan.
Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan
stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode
etik profesi akuntansi yang menurut saya, akuntan internal
di PT. KAI belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Kedelapan
prinsip akuntan tersebut yaitu:
1.
Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional
terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung
jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki
kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan
dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2.
Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang
berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam
kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena
diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya
menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami
keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena,
apabila kerugian tersebut semakin besarnamun tidak dilaporkan, maka PT. KAI
bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3.
Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam
kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah
melakukan manipulasi laporan keuangan.
4.
Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau
tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif
karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5.
Kompetensi dan kehati-hatian
professional, akuntan dituntut harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI
tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan
pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun
ladam laporan keuangan mengalami keuntungan.
6.
Kerahasiaan, akuntan harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip
kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
7.
Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang
menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan hal ini dapat
mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
8.
Standar teknis: akuntan dalam menjalankan tugas
profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar
profesional yang relevan.Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan
laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat
PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak
dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak
pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar
akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau
asset.
D. Kasus Manipulasi
Laporan Keuangan yang dilakukan oleh PT. KAI ditinjau dari Kode Etik Akuntansi
Islam (Akuntansi Syariah)
1.
Konsep Dasar
Akuntansi Syariah
Akuntansi sebenarnya merupakan
domain “muamalah” dalam kajian Islam. Artinya diserahkan kepada
kemampuan akal pikiran manusia untuk mengembangkannya. Namun karena pentingya
permasalahan ini maka Allah SWT bahkan memberikannya tempat dalam kitab suci
Al-Qur’an, Al-Baqarah ayat 282 :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. Dan hendaklah seorang penulis
di antara kamu menulisnya dengan adil. Dan janganlah penulis enggan menulisnya
sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika bukan dua oang lelaki,
maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar, sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan
kamu. Tetapi jika ia merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara
kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi
memudharatkan yang bermuamalah (dan jangan juga yang bermuamalah memudharatkan
para saksi dan penulis). Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya
hal itu adalah suatu kefasikan pada diri kamu. Dan bertakwalah kepada Allah;
Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Ayat ini sebagai lambang komoditi
ekonomi yang mempunyai sifat akuntansi yang dapat dianalogkan dengan “double
entry”, dan menggambarkan angka keseimbangan atau neraca.
2.
Etika
Praktisi Akuntansi Syariah
Menurut Dunn
dalam Harahap etika
menyangkut pemilihan dikotomis antara nilai-nilai baik dan buruk, benar
dan salah, adil dan tidak adil, terpuji dan terkutuk yang posistif dan negatif.
Etika sebagai
pemikiran dan pertimbangan
moral memberikan dasar bagi
seseorang maupun sebuah komunitas
untuk dapat menentukan baik buruk atau benar salahnya suatu
tindakan yang akan
diambilnya. Dalam perkembangannya, keragaman pemikiran
etika kemudian berkembang
membentuk suatu teori etika.
Teori etika dapat
disebut sebagai gambaran
rasional mengenai hakekat dan
dasar perbuatan dan keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang menentukan
klaim bahwa perbuatan
dan keputusan tersebut
secara moral diperintahkan dan dilarang.
Berbagai aliran pemikiran etika dalam mengkaji moralitas suatu tindakan telah
berkembang sedemikian luasnya.
Berdasarkan sejarahnya,
pemikiran-pemikiran etika berkembang
meliputi aliran-aliran etika
klasik yang berasal dari pemikiran filosof Yunani, etika kontemporer
dari pemikir Eropa abad pertengahan
sampai abad 20-an,
serta aliran etika
dari pemikiran kalangan agamawan Islam yang selalu mengacu pada
Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Praktisi akuntansi
syariah sebagai pelaku
akuntansi syariah terikat oleh
syariah yang bersumber
dari Al-Qur‟an dan
As-Sunnah. Dari Al-Quran dan
As-Sunnah diturunkan formulasi
praktis dalam bentuk hukum
Islam yang selanjutnya
dikenal dengan syariah.
Dalam syariah setiap tindakan
manusia akan diklasifikasikan ke dalam lima hukum yakni wajib, sunnah, mubah,
makruh, dan haram.
“Syariah adalah
sistem yang komprehensif
yang melingkupi seluruh bidang
hidup manusia. Ia
(syariah) bukan sekedar sebuah sistem
hukum, tetapi sistem
yang lengkap yang mencakup hukum dan moralitas.
Syariah yang
dikemukakan diatas memberikan suatu indikasi bahwa syariah
bukan merupakan sistem
hukum yang cenderung menekankan diri pada sistem hukum
positif belaka, namun juga lebih dari itu,
yaitu pada sisi
moralitas (etika). Di
sini terlihat adanya
keterkaitan antara syariah sebagai
hukum positif, di
satu sisi, dan
etika, di sisi
yang lain, sebagai “ruh” yang memberikan nilai hidup bagi syariah itu
sendiri.
Accounting and
Auditing Organization for
Islamic Financial
Intitutions (AAOIFI) merumuskan
sebuah kode etik
bagi akuntan dan auditor internal disamping eksternal yang
bekerja dalam lembaga keuangan Islam.
Kode etik akuntan
ini adalah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari
syariah Islam. Dalam
sistem nilai Islam
syariat ini ditempatkan sebagai
landasan semua nilai
dan dijadikan sebagai
dasar pertimbangan dalam setiap
legislasi dalam masyarakat
dan Negara Islam.
Beberapa kode
etik menurut AAOIFI
(2002:230) sebagai berikut:
a.
Dapat
dipercaya
Akuntan harus
jujur dan bisa
dipercaya dalam melaksanakan kewajiban dan
jasa profesionalnya. Dapat
juga mencakup bahwaakuntan
harus memiliki tingkat
integritas dan kejujuran
yang tinggi dan akuntan juga
harus dapat menghargai kerahasiaan
informasi yang diketahuinya selama
pelaksanaan tugas dan
jasa baik kepada organisasinya atau langganannya.
b.
Legitimasi
Akuntan
harus dapat memastikan bahwa semua
kegiatan profesi yang
dilakukannya harus memiliki
legitimasi dati hukum
syariah maupun peraturan dan
perundangan yang berlaku.
c.
Objektivitas
Akuntan harus
bertindak adil, tidak
memihak, tidak bias,
bebas dari konflik kepentingan
dan bebas dalam
kenyataan maupun penampilan. Objektivitas mencakup
juga bahwa ia
tidak boleh mendelegasikan tugas dan
pertimbangan profesinya kepada
pihak lain yang
tidak kompeten.
d.
Kompetensi
profesi dan rajin
Akuntan harus
memiliki kompetensi profesional
dan dilengkapi dengan latihan-latihan yang
dibutuhkan untuk menjalankan
tugas jasa profesi tersebut
dengan baik. Dia
harus melaksanakan tugas
dan jasa profesionalnya dengan
rajin dan berusaha
sekuat tenaga at
all cost sehingga ia
bebas dari tanggung
jawab yang dibebankan
kepadanya bukan saja dari atasan, profesi, public tetapi juga dari Allah
SWT.
e.
Perilaku
yang didorong keyakinan agama (keimanan)
Perilaku akuntan
harus konsisten dengan
keyakinan akan nilai
Islam yang berasal dari prinsip dan aturan syariah. Senua perilaku dan
tindak tanduk harus disaring dan didorong oleh nilai-nilai Islam.
f.
Perilaku
profesional dan standar teknik
Dalam melaksanakan
kewajibannya, akuntan harus
memperhatikan peraturan profesi termasuk didalamnya standar akuntansi
dan auditing lembaga keuangan syariah.
Berdasarkan tinjauan teoritis etika akuntansi Islam atau Etika Akuntansi
Syariah manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh PT. KAI terdeteksi
adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk
penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini
tidak sesuai dengan Syariah Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an ( surah Al-
Baqarah : 282) dan juga melanggar kode etik akuntansi yang di tetapkan
oleh Accounting and Auditing
Organization for Islamic
Financial Intitutions (AAOIFI)
a. Dapat dipercaya
Dalam melaksanakan kewajiban dan
jasa profesionalnya akuntan PT.
KAI tidak memiliki tingkat integritas dan kejujuran yang tinggi.
b. Legitimasi
Akuntan PT. KAI tidak dapat melaksanakan semua kegiatan profesi yang dilakukannya berdasarkan legitimasi dari
hukum syariah maupun peraturan dan perundangan yang
berlaku.
c. Objektivitas
Akuntan PT. KAI
bertindak tidak adil, memihak, bias, dan tidak bebas dari konflik
kepentingan . Bresifat Objektivitas mencakup
juga bahwa ia mendelegasikan
tugas demi pertimbangan profesinya
kepada pihak lain
yang tidak kompeten.
d. Kompetensi profesi dan rajin
Akuntan PT. KAI tidak
memiliki kompetensi profesional
dalam menjalankan tugas
jasa profesi tersebut dengan
baik.
e. Perilaku yang didorong keyakinan agama (keimanan)
Akuntan PT. KAI tidak konsisten dengan
keyakinan akan nilai
Islam yang berasal dari prinsip dan aturan syariah. Semua perilaku dan
tindak tanduk tidak disaring dan didorong oleh nilai-nilai Islam.
f. Perilaku profesional dan standar teknik
Akuntan PT. KAI Dalam
melaksanakan kewajibannya, tidak memperhatikan peraturan profesi
termasuk didalamnya standar akuntansi dan auditing lembaga keuangan syariah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1.
Berdasarkan tinjauan
teoritis di atas akuntan internal di PT. KAI belum sepenuhnya melaksanakan
tugasnya sesuai dengan etika yang dianjurkan karena jika di lihat dari teori
etika Deontologi (kewajiban), Akuntan Internal PT. KAI tidak melaksanakan
kewajibanya dengan baik. Jika dilihat dari teori Teleologi (tujuan) dan
Utilarianisme (manfaat), Akuntan internal PT. KAI dalam melaksanakan tugasnya
tidak memiliki tujuan yang baik dan tidaka memberikan maanfaat bagi para
investor dan stakeholder yang lain.
2.
Berdasarkan tinjauan
teoritis di atas kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Akuntan
intenal PT. KAI tidak sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG)
yaitu transparency, fairness, accountability dan responsibility serta apa yang dilakukan oleh Akuntan internal PT. KAI
tidak sesuai dengan prinsip Islamic Corporate Governance (ICG) yaitu prinsip
Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathanah, Istiqomah dan Qa’nah.
3.
Berdasarkan tinjauan
teoritis di atas kasus Manipulasi laporan keuangan PT KAI terdeteksi
adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk
penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini
juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang
menurut saya, akuntan internal di PT. KAI belum
sepenuhnya menerapkan 8 prinsip etika akuntan Indonesia yang termuat dalam Kode
Etik Akuntansi Indonesia.
4.
Berdasarkan tinjauan teoritis etika akuntansi Islam
atau Etika Akuntansi Syariah manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh
PT. KAI terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini
merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder
lainnya. Kasus ini tidak sesuai dengan Syariah Islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an ( surah Al- Baqarah : 282) dan
juga melanggar kode etik akuntansi yang di tetapkan oleh Accounting and
Auditing Organization for
Islamic Financial
Intitutions (AAOIFI)
B. Saran
Demi
tercapainya kestabilan keuangan dalam dunia usaha diharapkan setiap Akuntan harus menerapkan delapan kode etik akuntansi dan
menerapkan syariah islam dalam profesinya sehingga kekeliruan atau manipulasi
laporan keuangan dapat dihindari sehingga laporan yang dihasilkan merupakan
suatu kebenaran dan obyektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Faisal
Badroen, dkk., 2007. Etika Bisnis Dalam
Islam. Jakarta: Kencana.
Muhammad
Djafar, 2012. Etika Bisnis Menangkap
Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi. Jakarta: Penebar Plus.
Siswanto Sutojo dan Aldridge, E. John., 2005.
Good Corporate Governance :
Tata Kelola Perusahaan Yang
Sehat. Jakarta : PT. Damar Mulia Rahayu.
http://Akuntasi Islam Dalam Perspektif Alquran dan
Sunnah _ Beranda Akuntansi Islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar